Sabtu, 31 Oktober 2009

ILMU NAHWU

HURUF
2.1. Ta’rif Huruf
Definisi Huruf adalah :
كَلِمَةٌ تَدُلُّ عَلَى مَعْنًى غَيْرِ وَاضِحٍ قَصْدُهَا إِلاَّ وُضِعَتْ مَعَ غَيْرِهَا
Kalimat yang menunjukkan kepada suatu arti yang belum jelas maksudnya, kecuali dirangkaian bersama yang lainnya.
Contoh :إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَـفِي خُسْرٍ
إن ، لـ ، في Adalah huruf Ma’ani yang artinya ; في = dalam , لـ = benar-benar dan إن = sesungguhnya.
Masing-masing dari huruf tersebut

tidak dapat difahami maksudnya, seperti في artinya “dalam”, dalam apa ? apa yang di dalam ?.

2.2. Aqsam Huruf Ma’ani
Secara umum Huruf Ma’ani terbagi kepada 3 kelompok besar, yaitu :


2.2.1. Huruf Ma’ani yang terletak sebelum Fi’il.
Di antara Huruf Ma’ani yang letaknya hanya sebelum fi’il adalah :
 Huruf Mustaqbal
Ta’rif Huruf Mustaqbal
Huruf Mustaqbal adalah huruf yang hanya terletak sebelum fi’il Mudhari’ untuk menunjukkan bahwa pekerjaan itu akan dilaksanakan.
Yang termasuk Huruf Mustaqbal adalah :
1. Sin (سَـ) 2. Saufa (سَوْفَ)
artinya « akan » artinya « nanti akan »
bersambung penulisannya dengan huruf Mudhara’ah Tidak bersambung penulisannya dengan huruf Mudhara’ah
untuk menunjukkan dekatnya waktu pekerjaan yang akan dilakukan untuk menunjukkan jauhnya waktu pekerjaan yang akan dilakukan
سَـيَقُوْلٌ – سَـيَذَّكَّرُ سَوْفَ يَرْضَى

Faidah Huruf Mustaqbal :
- secara lafazh adalah untuk menunjukkan bahwa kalimat yang terletak sesudahnya adalah sebuah fi’il Mudhari.
Contoh :
سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ ﴿ التكاثر : 3 ﴾
fi’il Mudhari
-Secara Makna adalah untuk membatasi fi’il Mudhari dengan waktu yang akan
datang.

Contoh : sedang
“...Kamu mengetahuiسَوْفَ تَعْلَمُوْنَ
nanti akan
Maka arti ayat diatas “ …kamu nanti akan mengetahui”

I’rab Huruf Mustaqbal :
Huruf Sin اَلسِّيْنُ حَرْفٌ لِلْمُسْتَقْبَلِ الْقَرِيْبِ :
Huruf Saufa سَوْفَ حَرْفٌ لِلْمُسْتَقْبَلِ الْبَعِيْدِ :

Mencari Huruf Mustaqbal
Mencari Huruf Mustaqbal dalam Bahasa Arab terlebih dahulu harus diketahui bahwa terkadang ia bersambung dengan huruf lainnya seperti berikut ini :
- tidak bersambung dengan huruf lain
contoh : سَيَقُوْلُ السُّفَهَاءُ ﴿البقرة:142﴾

- sebelumnya ada Huruf Fa’
contoh : فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى ﴿الليل:7﴾
- sebelumnya ada Huruf Lam
contoh : وَ لَسَوْفَ يَرْضَى ﴿الليل:21﴾

 Huruf Qad قَدْ
Ta’rif Huruf Qad ( قَدْ )
Huruf Qad adalah huruf yang hanya terletak sebelum fi’il Madhi dan Mudhari’ untuk menegaskan pekerjaan atau menunjukkan sedikitnya pekerjaan yang dilakukan.
Perbedaan Huruf Qad sebelum fi’il Madhi dan Mudhari adalah :
قَدْ
sebelum fi’il Madhi قَدْ
sebelum fi’il Mudhari
artinya « sungguh » artinya « terkadang »
Disebut Huruf Tahqiq / Huruf Taukid Disebut Huruf Taqlil
untuk menegaskan pekerjaan yang telah dilakukan untuk menunjukkan sedikitnya pekerjaan yang telah dilakukan
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ يَقْرَؤُوْنَ الْقُرْآنَ


Faidah Huruf Qad :
- secara lafazh adalah untuk menunjukkan bahwa kalimat yang terletak sesudahnya adalah fi’il Madhi atau Mudhari.
- Secara Makna adalah :
 untuk menegaskan pekerjaan yang telah dilakukan bila kalimat sesudahnya adalah fi’il Madhi.
Contoh : قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
“sungguh shalat akan dilaksanakan”
 untuk menunjukkan sedikitnya pekerjaan yang telah dilakukan bila kalimat sesudahnya adalah fi’il Mudhari.
Contoh : قَدْ يَقْرَؤُوْنَ الْقُرْآنَ
“terkadang mereka membaca al-Qur’an”

I’rab Huruf Qad :
قَدْ sebelum fi’il Madhi :
قَدْ حَرْفُ التَّحْقِيْقِ لِدُخُوْلِهَا عَلَى الْمَاضِي
قَدْ sebelum fi’il Mudhari :
قَدْ حَرْفُ التَّقْلِيْلِ لِدُخُوْلِهَا عَلَى الْمُضَارِعِ



Mencari Huruf Qad
Mencari Huruf Qad dalam Bahasa Arab terlebih dahulu harus diketahui bahwa terkadang ia bersambung dengan huruf lainnya seperti berikut ini :
- tidak bersambung dengan huruf lain
contoh : قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا ﴿الشمس:9﴾
- sebelumnya ada Huruf Fa’
contoh : فَقَدْ رَأَيْتُمُوْهُ ﴿آل عمران:143﴾
- sebelumnya ada Huruf Lam
contoh : وَ لَقَدْ كُنْتُمْ ﴿آل عمران:143﴾

 Huruf Nashab
Ta’rif Huruf Nashab
Huruf Nashab adalah huruf yang hanya terletak sebelum fi’il Mudhari’ untuk menashabkannya.
Jenis Huruf Nashab
Huruf Nashab yang biasa terdapat di awal fi’il Mudhari ada 8 jenis :
 An (أَنْ), namanya Huruf Nashab dan Huruf Mashdariyyah.
Ta’rif أَنْ adalah huruf yang terdapat di awal fi’il Mudhari untuk menashabkannya dan mengubahnya menjadi mashdar.

Contoh :
أَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ ﴿الأحقاف:15﴾
Faidah Secara lafazh adalah untuk mena-shabkan fi’il Mudhari sesudahnya.
Secara makna adalah untuk meng-ubah jumlah sesudahnya bersamanya menjadi mashdar.
I’rab : أَنْ حَرْفُ نَصْبٍ وَ مَصْدَرِيٍّ
 Lan (لَنْ), namanya adalah Huruf Nashab dan Huruf Nafy.
Ta’rif لَنْ adalah huruf yang terdapat di awal fi’il Mudhari untuk menashabkannya dan meniadakannya
Contoh : لَنْ تَنَالُوْا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ
﴿آل عمران:92﴾
Faidah Secara lafazh adalah untuk me-nashabkan fi’il Mudhari sesudah-nya.
Secara makna adalah untuk me-niadakan pekerjaan sesudahnya
I’rab : لَنْ حَرْفُ نَصْبٍ وَ نَفْيٍ
 Idzan (إِذَنْ), namanya adalah Huruf Nashab dan Huruf jawab.
Ta’rif إِذَنْ adalah huruf yang terdapat di awal fi’il Mudhari untuk menashabkannya dan menjawab ungkapan sebelumnya.
Contoh : هِيِ سَتَزُوْرُكَ قُلْتُ : إِذَنَ أَفْرَحَ
Faidah Secara lafazh adalah untuk mena-shabkan fi’il Mudhari sesudahnya.
Secara makna adalah untuk menja-wab ungkapan sebelumnya.
I’rab : إِذَنَ حَرْفُ نَصْبٍ وَ جَوَابٍ
 Kay (كَيْ), namanya adalah Huruf Nashab dan Huruf Mashdariyyah.
Contoh : كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا ﴿طه : 40﴾
Ta’rif كَيْ adalah huruf yang terdapat di awal fi’il Mudhari untuk menashabkannya dan dan mengubahnya menjadi mashdar.
Faidah Secara lafazh adalah untuk menashabkan fi’il Mudhari sesudah-nya.
Secara makna adalah untuk meng-ubah jumlah sesudahnya bersama-nya menjadi mashdar.
I’rab : كَيْ حَرْفُ نَصْبٍ وَ مَصْدَرِيٍّ
 Lam Ta’lil (لِـ), namanya adalah Huruf Nashab dan Huruf Ta’lil
Contoh : يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِـيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ
﴿الزلزالة:6﴾
Ta’rif لِـ adalah huruf yang terdapat di awal fi’il Mudhari untuk menashabkannya dan menunjukkan alasan.
Faidah Secara lafazh adalah untuk mena-shabkan fi’il Mudhari sesudahnya.
Secara makna adalah untuk menun-jukkan alasan terjadinya suatu pekerjaan.
I’rab : اَللاَّمُ حَرْفُ نَصْبٍ وَ تَعْلِيْلٍ
 Lam Juhud (لِـ), namanya adalah Huruf Nashab dan Huruf Juhud/Inkari
Contoh : لَمْ يَكُنِ اللهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ ﴿النساء: 168﴾
Ta’rif لِـ adalah huruf yang terdapat di awal fi’il Mudhari untuk menashabkannya dan menunjukkan pengingkaran dan harus didahului oleh lafazh مَاكَانَ atau لَمْ يَكُنْ.
Faidah Secara lafazh adalah untuk mena-shabkan fi’il Mudhari sesudahnya.
Secara makna adalah untuk meng-ingkari suatu pekerjaan.
I’rab : اَللاَّمُ حَرْفُ نَصْبٍ وَ جُحُوْدٍ
 Fa’ Sababiyyah (فَـ), namanya adalah Huruf Nashab dan Huruf Sababiyyah.
Contoh : وَلاَتَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا
﴿الإسراء:29﴾
Ta’rif فَـ adalah huruf yang terdapat di awal fi’il Mudhari untuk menashabkannya dan menunjukkan sebab.
Faidah Secara lafazh adalah untuk mena-shabkan fi’il Mudhari sesudahnya.
Secara makna adalah untuk menun-jukkan sebab terjadinya suatu pekerjaan.
I’rab : اَْلفَاءُ حَرْفُ نَصْبٍ وَ سَبَبِيٍّ
 Hattaa (حَتَّى), namanya adalah Huruf Nashab dan Huruf Ghayah
Contoh : حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ ﴿ البينة :1﴾
Ta’rif حَتَّى adalah huruf yang terdapat di awal fi’il Mudhari untuk menashabkan-nya dan menunjukkan akhir/batas.
Faidah Secara lafazh adalah untuk mena-shabkan fi’il Mudhari sesudahnya.
Secara makna adalah untuk menun-jukkan batasan sesuatu.
I’rab : حَتَّى حَرْفُ نَصْبٍ وَ غَايَةٍ

Pada hakikatnya pada huruf Lam Ta’lil, Lam Juhud/Inkar, Fa’ Sababiyyah dan Hattaa yang menashabkan fi’il Mudhari adalah huruf أَنْ yang tersembunyi / mudhmaroh wujuban / mesti di dalam huruf-huruf tersebut.

 Huruf Jazem
Ta’rif Huruf Jazem
Huruf Jazem adalah huruf yang hanya terletak sebelum fi’il Mudhari’ untuk menjazemkannya.

Jenis Huruf Jazem
- Huruf Jazem satu fi’il
• لَمْ disebut Huruf Jazem dan Huruf Nafy
Contoh: لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ ﴿الإخلاص:3﴾
• لَمَّا disebut Huruf Jazem dan Huruf Nafy
Contoh : لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ﴿ عبس :23﴾
• لاَمُ اْلأَمْرِ disebut Huruf Jazem dan Huruf Amri
Contoh : لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ ﴿ الطلاق :7﴾
• لاَ النَّاهِيَةِ disebut Huruf Jazem dan Huruf Nahy
Contoh : لاَ تُفْسِدُوْا فِي اْلأَرْضِ ﴿ البقرة :11﴾
- Huruf Jazem dua fi’il
• إِنْ disebut Huruf Jazem dan Huruf
• إِذْمَا adalah
Faidah Huruf Jazem
- Secara lafazh adalah untuk
- Secara Makna adalah untuk
I’rab Huruf Jazem



2.2.2. Huruf Ma’ani yang terletak sebelum Isim.
Di antara Huruf Ma’ani yang letaknya hanya sebelum Isim adalah :
 Huruf Jarr
 Huruf Lam Ibtida
 Huruf Nida
 Huruf Istitsna إِلاَّ
 Huruf Wawu (وَ) Ma’iyyah
 Huruf Inna dan Saudaranya

2.2.3. Huruf Ma’ani yang terletak sebelum Fi’il dan Isim.
Di antara Huruf Ma’ani yang letaknya bisa sebelum fi’il atau Isim adalah :
 Huruf ‘Athaf
 Huruf Istifham
 Huruf Wawu (وَ) lil Hal
 Huruf Lam Qasam



Baca selengkapnya...

Minggu, 25 Oktober 2009

Dongeng Muslim

BERKAT SEDEKAH IKHLASH

Ketika seorang ibu membuka pintu rumahnya, datang menghampirinya seorang gadis dengan pakaian kumjal dan kumuh. Ibu itu tertegun, karena dibalik kekumuhan gadis itu tampak sinar kecantikan yang tersembunyi dari wajahnya.


Si ibu merasa iba, “Nak, dari manakah asalmu? “
“Saya berasal dari perkampungan yang jauh Bu.”
“Lalu kemana tujuanmu di desa ini?”
“Saya seorang gelandangan miskin. Untuk tetap hidup saya harus mengembara dari pintu ke pintu.”
Kembali si ibu menatap wajah gadis itu. Kecantikannya tak bias disembunyikan dari pakaiannya yang jelek dan kumuh.
“Pasti dia bukan berasal dari sembarangan keluarga,” piker si ibu. Dengan ramah tamah si ibu kemudian menuntun tangan kiri anak gadis itu dan diajaknya masuk ke dalam rumah. Gadis itu diberi pakaian yang bagus dan indah, sekarang makin kentara kecantikannya yang asli.
“Kau pasti bukan anak seorang miskin,” ujar si ibu.
“Dahulu, ayah saya memang kaya raya. Ayah saya masih tergolong dari kalangan bangsawan. Namun kemiskinan menimpa kami sehingga saya menjadi gelandangan.”
“Sudahlah, jangan kau ratapi nasibmu. Maukah kau kuambil menantu?”
“Saya Bu?”
“Ya, kau…kujodohkan dengan anakku yang tampan.”
“Mana saya berani, saya tak pantas Bu…”
“Sudah jangan berkata seperti itu. Jangan merendahkan dirimu kepada sesame manusia.”
“Ba…baiklah Bu. Saya terima…” “Nah begitu anak manis …!
Demikianlah gadis itu kemudian oleh si ibu diterima tinggal di rumahnya. Bahkan diambil menantu, dikawinkan dengan anak lelakinya.
Pada hari yang ditentukan dilangsungkanlah pesta pernikahan gadis itu dengan si ibu pemilik rumah.
Ketika malam pengantin, duduklah dua sejoli itu di pelaminan. Di depan mereka tersdia bermcam-macam jamuan makanan. Dengan tangan kirinya pengantin perempuan itu mengambil sepotong kue dan dimasukkan ke mulutnya. Berkali-kali dilakukannya dengan menggunakan tangan kiri.
Melihat hal itu, timbullah perasaan malu suaminya.
“Istriku, gunakanlah tangan kananmu agar terlihat sopan,” kata sang suami mengingatkan.
Namuan, meskipun sudah diperingatkan, pengantin perempuan itu masih saja menggunakan tangan kirinya setiap mengambil makanan. Karena merasa kesal dan malu, suaminya menggerutu dan menghardik;
“Dasar perempuan miskin yang tak memiliki sopan santun!” ucap lelaki itu gusar. Mendengar umpatan suaminya, perempuan itu diam menunduk, raut wajahnya nampak sedih. Sebenarnya apakah yang membuat permpuan itu jika mengambil makanan dengan menggunakan tangan kiri? Ternyata dia tidak memiliki tangan kanan. Dan hal itu tak diketahui oleh suaminya.
Namun di saat genting itu tiba-tiba terdengar bisikan lembut di telinga pengantin

Perempuan itu; “ Keluarkanlah tangan kananmu
Hai umat-Ku ! Engkau telah bersedekah roti kepada-Ku dengan tangan kananmu itu. Maka sudah sepantasnya Aku menggantinya kembali.”
Atas izin Allah, saat tiu terjulurlah tangan kanan pengantin perempuan itu, utuh seperi dulu yang peranah dimilikinya. Perempuan itu sendiri juga terkejut dengan
apa yang telah terjadi atas dirinya, kemudian dengan tangan kanannya ia mengambil makanan menemani suaminya makan jamuan malam.
Sebenarnya gadis itu adalah seorang putrid bangsawan yang sangat kaya raya, parasnya cantik, baik pula budi pekertinya. Gadis itu sangat mengasihi sesamanya, berjiwa social dan dermawan. Suatu sat di tanah bangsa Isra’il terjadi musibah kelaparan dan kemiskinan. Rakyat yang miskin berkelana mencari sesuap nasi dengan jalan meminta-minta belas kasihan mereka, orang-orang kaya.
Pada suatu hari datang seorang meminta-minta ke rumah gadis itu. “Berilah aku sedekah dengan sepotong roti, tuan putrid,” kata peminta-minta itu dengan memelas.
Melihat keadaan peminta sedekah sudah renta, gadis itu segera keluar dengan membawa sepotong roti di tangan kanannya. Diberikannya roti itu kepada orang tua renta peminta-minta itu.
“Terimalah sedekahku ini, pak tua,” ujar gadis itu dengan sopan. Namun, ayahnya yang kikir dan bengis itu marah ketika melihat anak gadisnya memberi sepotong roti kepada seorang peminta-minta. Ditampar anak gadisnya, dan roti itu dicampakkan. Tidak hanya samapai di situ, tangan kanan anak gadisnya yang dipergunakan menyerahkan roti itu ditebasnya dengan sebilah pedang.
“Kau terlalu lancing, anakku !. Dan itulah sebagai hukumanmu!” teriak ayah gadis itu dengan bengis.
Waktu pun berjalan, nasib orang bagaikan sebuah roda. Kadang di atas dan kadang pula di bawah. Bangsawan yang semula hidup kaya raya itu berubah menjadi jatuh miskin. Allah telah merubah nasib bangsawan itu karena sifta kikir dan ketidakmanusiawiannya. Harta kekayaannya musnah, hidupnya sengsara, dan akhirnya ia meninggal dalam kemelaratan.
Tinggallah anak gadisnya yang terlantar, mengembara hingga sampai di rumah wanita yang kemudian mengambilnya sebagai menantu itu.
Allah telah mengembalikan tangan kanan si gadis itu, yang pernah digunakan untuk memberi sedekah kepada sesamanya.
T A M A T


Baca selengkapnya...

akidah

HAMDALAH adalah sebuah istilah untuk sebuah bacaan dzikir yang berbunyi

ALLHAMDULILLAHIROBBIL ALAMIEN yang artinya segala puji khusus bagi ALLAH yang Mengatur seluruh alam. Bila kita coba untuk mdmahami kandungannya, maka akan diketahui ternyata kita belum mengamalkan ayat kedua dari surat al-fatihah ini

Baca selengkapnya...

Selasa, 14 April 2009

KIAMAT KECIL 1

KIAMAT KECIL

Pengertian Kiamat Kecil
Kiamat Kecil adalah maut. Setiap orang yang mati, berarti telah terjadilah kiamatnya dan telah datanglah ajalnya. Dalam Shohih Bukhori dan Shohih Muslim dari Aisyah r.a. dikatakan bahwa beberapa orang badui datang kepada Nabi S.A.W. untuk bertanya tentang hari kiamat. Lalu beliau melihat orang yang terkecil di antara mereka dan bersabda, “Seandainya ia ini berumur panjang, ia tidak mendapatkan masa tuanya sampai kiamat kalian terjadi.”

Dalam kitab an-Nihayah jilid I hal. 24 Ibnu Katsir berkata,”Maksud hadits di atas adalah berakhirnya umur mereka dan saat mereka masuk kea lam akhirat. Jadi setiap yang meninggal berarti ia masuk ke dalam hokum akhirat. Sebagian orang berkata, ‘Siapa yang meninggal berate kiamatnya telah terjadi.’ Perkataan dengan makna seperti ini adalah benar.”
Kiamat kecil juga disebut sebagai al-ma’ad al-awwal (tempat kembali pertama) dan barzakh. Ibnu Qayyim dalam “ar-Ruh” hal.103 berkata, “Maut itu kebangkitan dan tempat kembali (ma’ad) pertama. Allah membuat dua tempat kembali bagi anak cucu Adam dan dua kebangkitan, yang pada keduanya Allah membalas orang yang berbuat kejahatan dengan kejahatan yang setimpal dan membalas orang yang berbuat kebaikan dengan kebaikan yang lebih besar. Jadi, kebangkitan pertama adalah berpisahnya roh dengan badan dan kembalinya ia ke tempat pembalasan pertama.”

Barzakh
Dalam bahasa Arab , barzakh berarti penghalang antara dua benda, Allah berfirman, “Dan Ia membuat penghalang di antara keduanya.” (Q.S.al-Furqan : 53).
Adapun menurut syari’at, barzakh berarti tempat yang berada di antara maut dan kebangkitan. Allah berfirman, “Dan dihadapan mereka ada dinding (barzakh) samapi mereka dibangkitkan.” (Q.S.al-Mu’minun :100).
Ibnu Qayyim berkata, “Azab dan nikmat kubur berarti azab dan nikmat barzakh, yakni alam antara dunia dan akhirat. Penghuni barzakh berada di tepi dunia (dibelakangnya) dan akhirat (di depannya).

Maut
Dalam kitab Lisan al-‘Arab jilid I hal.547 dikatakan, bahwa makna dasar maut dalam bahasa Arab adalah diam. Jadi, setiap yang diam berarti telah mati. Menurut orang Arab, maut dapat berarti padam, diam, dan tenang. Maut adalah sesuatu yang tidak memiliki roh.
Jika diam (tenang) adalah makna asal maut secara bahasa, maka gerak adalah makna asala kehidupan. Al-Qurthubi dalam atTadzkirah fi Ahwal al-Mawta wa Umur al-Akhirah, hal.4, mengatakan, “Kehidupan manusia timbul pada saat roh ditiupkan pada jasad janin dalam rahim ibunya. Sedangkan maut adalah terputusnya hubungan dan terpisahnya roh dengan badan, juga bermakna bergantinya keadaan, dan berpindah dari tempat yang satu ke tempat lain.”

Wafat Besar dan Wafat Kecil
Tidur mirip dengan mati. Karena itu, para ulama menamakan tidur dengan wafat kecil. Tidur adalah wafat, sedangkan bangun tidur adalah kebangkitan. Allah befirman, “Dan Dia-lah yang mewafatkan kalian pada malam hari dan mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudia Ia membangunkan kalian padanya (siang itu).” (Q.S.al-An’am :60).
Pada saat tidur, roh manusia digenggam. Siapa yang dikehendaki Allah SWT rohnya ditahan saat ia tidur, Ia akan menahannya. Bilamana Allah SWT berkehendak agar roh itu tetap dalam jasad, Ia akan mengembalikannya ke jasad sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh-Nya. Allah berfirman dalam surat az-Zumar ayat 42, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya, dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” Jadi, Allah menyebut dua jenis wafat: wafat karena maut dan wafat karena tidur. Allah juga menyebutkan bahwa (mengenai jiwa yang wafat karena tidur) ada jiwa yang ditahan karena diwafatkan dan ada yang dilepaskan untuk terus hidup sampai ajal/batas waktunya tiba.
Maut pasti menjemput manusia dan jin. Dalam hadits shohih dari Ibnu Abbas r.a. diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Aku berlindung dengan keagungan-Mu yang tiada Tuhan kecuali Engkau yang tidak mati, sedangkan manusia dan jin semuanya mati.”
Dalam Shohih Muslim, bab “qadar” diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa ia berkata, “Ummu Habibah, istri Nabi SAW berdo’a, ‘Ya Allah, buatlah aku merasa senang dengan memanjangkan umur suamiku Rasulullah SAW, ayahku Abu Sufyan dan saudaraku Mu’awiyah !’ Nabi SAW bersabda, “Engkau telah minta kepada Allah tentang ajal yang telah ditetapkan, hari-hari yang telah ditentukan, dan rizki yang telah dibagi. Sesuatu tidak akan dipercepat sebelum ajalnya tiba dan Allah tidak menunda sedikitpun setelah ajalnya tiba. Seandainya kau memohon kepada Allah agar melindungimu dari azab neraka dan azab kubur, maka itu lebih baik dan lebih utama.”

Waktu Maut
Manusia tidak memiliki pengetahuan mengenai kapan ajal menjemputnya, hanya melakukan perkiraan tanpa didasari suatu keyakinan, karena pengetahuan tentang hal itu hanya milik Allah semata. Pengetahuan ini merupakan salah satu kunci keghaiban yang khusus milik Allah, sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan pada sisi-Nya kunci-kunci keghaiban. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia,” (Q.S.al-An’am :59), dan dalam surat Luqman ayat 34, “Sesungguhnya Allah memiliki ilmu tentang hari kiamat. Dia-lah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tidaklah seorang pun tahu apa yang akan diperbuatnya besok, dan tak seorang pun tahu di bumi mana ia akan meninggal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi.”


Insya allah selanjutnya :
 Kehadiran malaikat maut ! ?
 Sakaratul maut
 Setan hadir saat sekarat !


Baca selengkapnya...

Selasa, 07 April 2009

Mengenal Ilmu Nahwu

MUQADDIMAH ILMU NAHWU

1.1. Ta’rif Ilmu Nahwu
Ilmu Nahwu merupakan salah satu bagian dari 12 Ilmu Bahasa Arab yang amat penting di samping Ilmu Sharaf, ia adalah ilmu yang sangat berperan dalam memahami segala aspek yang menyangkut Bahasa Arab terutama al-Qur’an , Hadits-Hadits Nabi SAW dan kitab-kitab yang menggunakan Bahasa Arab. Mustahil orang dapat memahami Bahasa Arab tanpa terlebih dahulu memahami Ilmu Nahwu.

Ta’rif Ilmu Nahwu menurut bahasa adalah contoh. Ta’rif ini menunjukkan bahwa dalam ilmu ini memuat banyak contoh yang diperlukan untuk dapat memahami suatu kaidah dan orang yang menguasai suatu kaidah dalam Ilmu Nahwu adalah orang yang mampu membuat contoh dari kaidah tersebut.
Adapun Ta’rif Ilmu nahwu menurut istilah adalah :
اَلْعِلْمُ مِنْ قَوَاعِدَ عَامَّةٍ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ آخِرِ اْلكَلِمَاتِ الْعَرَبِيَّةِ مِنْ حَيْثُ اْلإِعْرَابِ وَالْبِنَاءِ.
“ Sebuah Ilmu yang terdiri dari kaidah-kaidah umum yang dapat diketahui dengannya keadaan akhir kalimat Bahasa Arab dari segi I’rab dan Bina ”.
Dari Ta’rif di atas dapat difahami bahwa Ilmu Nahwu itu berupa kaidah-kaidah umum yang gunanya untuk mengetahui keadaan akhir kalimat dalam Bahasa Arab, apakah mengalami perubahan (=I’rab) atau tetap (=Bina) dalam satu keadaan bila diletakan dalam sebuah jumlah.
Contoh : kalimat Ali ( عَلِيٌّ ) mengalami perubahan harokat huruf akhirnya bila pe-nempatannya berbeda dalam jumlah, seperti :
حَضَرَ عَلِيٌّ – رَأَيْتُ عَلِيًّا – وَثَـقْتُ بِعَلِيٍّ
kalimat Hadza ( هذَا ) tidak mengalami perubahan harokat huruf akhirnya walaupun ditempatkan di mana saja, seperti :
هذَا رَجُلٌ – رَأَيْتُ هذَا الرَّجُلَ
وَثِـقْتُ بِهذَا الرَّجُلِِ

1.2. Mabahits Ilmu Nahwu
Ruang lingkup Mabahits/pembahasan Ilmu Nahwu meliputi 3 aspek yaitu : Kalimat, Jumlah dan Syibhu Jumlah .

1.2.1. Kalimat
a. Ta’rif Kalimat
Ta’rif /definisi kalimat dalam Bahasa Arab tidak sama dengan ta’rif kalimat dalam Bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia, kalimat adalah kumpulan dua kata atau lebih yang menunjukan kepada suatu makna/maksud. Sedangkan dalam Bahasa Arab, yang dimaksud kalimat adalah sebuah kata atau lafazh yang menunjukan kepada satu arti. Misalnya: Ali adalah sebuah kata dalam Bahasa Indonesia dan disebut satu kalimat dalam Bahasa Arab.
Dengan pengertian lain ;
“sebuah kalimat dalam Bahasa Arab adalah sebuah kata dalam Bahasa Indonesia.”

Ta’rif kalimat adalah :
لَفْظٌ مُفْرَدٌ يَدُلُّ عَلَى مَعْنًى
Lafazh mufrad yang menunjukan kepada suatu arti
Kalimat dalam Bahasa Arab bisa terdiri dari satu huruf Mabani / Hijaiyyah atau lebih.
Seperti dalam surat al-Fatihah ayat 1 :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Ayat di atas terdiri dari 5 buah kalimat, yaitu ;
بِ : satu kalimat dalam B.Arab
اسْمِ : satu kalimat dalam B.Arab
الرَّحْمنِ : satu kalimat dalam B.Arab
اللهِ : satu kalimat dalam B.Arab
الرَّحِيْمِ : satu kalimat dalam B.Arab

b. Aqsam Kalimat
Kalimat dalam bahasa Arab terbagi kepada 3 macam :

b.1. Huruf Ma’ani
Dinamakan demikian karena huruf-huruf tersebut mempunyai arti atau makna, berbeda dengan Huruf Mabani/Huruf Hija’iyyah yang tidak mempunyai arti. Dalam Bahasa Indonesia huruf Ma’ani disebut kata sambung / penghubung.

Ta’rif huruf Ma’ani :
كَلِمَةٌ تَدُلُّ عَلَى مَعْنًى غَيْرِ وَاضِحٍ قَصْدُهَا إِلاَّ وُضِعَتْ مَعَ غَيْرِهَا
Kalimat yang menunjukkan kepada suatu arti yang belum jelas maksudnya, kecuali dirangkaian bersama yang lainnya.

Jumlah huruf Ma’ani dalam bahasa Arab ada 80 huruf.
Contoh :إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَـفِي خُسْرٍ
إنَّ ، لـ ، في Adalah huruf Ma’ani yang artinya ; في = dalam , لـ = benar-benar dan إنَّ = sesungguhnya.

b.2. Fi’il
Fi’il adalah kalimat dalam bahasa Arab yang mengandung makna pekerjaan atau shifat yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah kata kerja.
Ta’rif Fi’il adalah :
كَلِمَةٌ تَدُلُّ عَلَى مَعْنًى مُقْتَرِنٍ بِزَمَنٍ.
Kalimat yang menunjukkan kepada suatu arti yang disertai oleh waktu.
Contoh : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
نَسْتَعِيْنُ ، نَعْبُدُ Adalah fi’il.
نَعْبُدُ artinya kami sedang/akan beribadah
نَسْتَعِيْنُ artinya kami sedang/akan memohon pertolongan
Setiap fi’il mempunyai waktu kapan sebuah pekerjaan dilakukan. Waktu yang terkandung dalam sebuah fi’il ada 3 macam :
Pertama ; waktu yang telah lalu terdapat pada fi’il Madhi.
Kedua ; waktu yang sedang terjadi terdapat pada fi’il Mudhari’.
Ketiga ; waktu yang akan terjadi terdapat pada fi’il Mudhari’ dan Amr.

b.3. Isim
Isim adalah kalimat dalam bahasa Arab yang mengandung makna benda atau terkadang mengandung makna shifat yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah kata benda.
Ta’rif Isim adalah :
كَلِمَةٌ تَدُلُّ عَلَى مَعْنًى غَيْرِ مُقْتَرِنٍ بِزَمَنٍ.
Kalimat yang menunjukkan kepada suatu arti yang tidak disertai oleh waktu.
Contoh :بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
الرحيم ، الرحمن ، الله ، اسم adalah isim dan tidak ada kaitan dengan waktu.

1.2.2. Jumlah
Definisi Jumlah adalah :
مَا يَتَرَكَّبُ مِنْ كَلِمَتَيْنِ فَأِكْثَرَ لِتَبْلِيْغِ قَصْدٍ.
Rangkaian dari dua kalimat atau lebih untuk menyampaikan suatu maksud atau tujuan.
Contoh : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
Ayat di atas terdiri dari dua buah jumlah yaitu :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ dan إِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ.
Jumlah pertama terdiri dari 2 kalimat yaitu : إِيَّاكَ dan نَعْبُدُ. Gunanya untuk menyampaikan bahwa hanya kepada Allah kita beribadah.
Jumlah kedua pun terdiri dari 2 kalimat yaitu : إِيَّاكَ dan نَسْتَعِيْنُ.Gunanya untuk menyampaikan bahwa hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
1.2.3. Syibhu Jumlah
Syibhu Jumlah adalah sebuah istilah yang terdiri dari dua kata yaitu Syibhu dan Jumlah . Syibhu artinya menyerupai , maka Syibhu Jumlah artinya menyerupai jumlah. Timbul pertanyaan : dari segi mana ia menyerupai jumlah ?.
Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan pembagian dan penjelasan singkat Syibhu jumlah.
Syibhu Jumlah terbagi kepada dua bagian :
a. Jarr-Majrur b. Zharaf-Mudhaf Ilaih

a. Jarr-Majrur
Jarr-Majrur terdiri dari dua kalimat yaitu Huruf Jarr dan Isim Majrur.
Contoh : بِسْمِ terdiri dari 2 kalimat yaitu ;
بِ sebagai Huruf Jarr
اِسْمِ sebagai Isim Majrur
Ini menunjukkan bahwa Jarr-Majrur me-nyerupai jumlah karena ia terdiri dari dua kalimat sebagaimana jumlah yang minimal harus terdiri dari dua kalimat.
Perhatikan perbandingan keduanya :
بِسْمِ artinya dengan nama, nama apa ? siapa ?.
جَاءَ عَلِيٌّ terdiri dari 2 kalimat yaitu ;
جَاءَ sebagai fi’il
عَلِيٌّ sebagai pelaku / Fa’il
جَاءَ عَلِيٌّ artinya Ali datang, siapa yang datang ? jawabnya : “Ali”.Apa yang Ali lakukan ? jawabnya :” datang”.
Maka Perbedaan Jarr-Majrur dengan Jumlah adalah:
“ Jumlah sudah jelas maksudnya, adapun Jarr-Majrur maksudnya belum jelas.”

b. Zharaf – Mudhaf ilaih
Zharaf-Mudhaf Ilaih juga terdiri dari dua kalimat yaitu Zharaf Zaman / Zharaf Makan dan Mudhaf Ilaih .
Contoh : عِنْدَ اللهِ terdiri dari 2 kalimat yaitu ;
عِنْدَ sebagai Zharaf Makan
اللهِ sebagai Mudhaf Ilaih
Ini menunjukkan bahwa Zharaf-Mudhaf Ilaih menyerupai jumlah karena ia terdiri dari dua kalimat sebagaimana jumlah yang minimal harus terdiri dari dua kalimat.
Perhatikan perbandingan keduanya :
عِنْدَ اللهِ artinya di sisi Allah, apa yang di sisi Allah?.
اَللهُ أَكْبَرُ terdiri dari 2 kalimat yaitu ;
اَللهُ sebagai mubtada
أَكْبَرُ sebagai Khabar Mubtada
اَللهُ أَكْبَرُ artinya Allah Maha Besar, siapa Yang Maha Besar? jawabnya : “Allah”. Siapa Allah ? jawabnya :” Yang Maha Besar”.
Maka Perbedaan Zharaf-Mudhaf Ilaih dengan Jumlah adalah:
“ Jumlah sudah jelas maksudnya, adapun Zharaf-Mudhaf Ilaih maksudnya belum jelas.”
Dari uraian singkat di atas jelaslah bahwa keduanya menyerupai jumlah karena masing-masing terdiri dari dua kalimat , tapi maksud keduanya belum jelas sebagaimana dalam jumlah.

1.3. Faidah Ilmu Nahwu
Kemampuan yang akan diperoleh bila seseorang sudah menguasai Ilmu Nahwu dan ilmu Sharaf antara laian sebagai berikut :
a. dapat berbicara Bahasa Arab.
b. dapat membaca Kitab Kuning
c. dapat mengoreksi kesalahan orang yang membaca
atau berbicara Bahasa Arab.
d. dapat memahami syari’at Islam yang terkandung
dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Inilah tujuan utama dari mempelajarinya.

1.4. Pendamping Ilmu Nahwu
Dalam mempelajari Bahasa Arab tidak cukup hanya mempelajari dan menguasai Ilmu Nahwu, melainkan harus dibarengi dengan menguasai ilmu pendampingnya, antara lain :
a. Ilmu Sharaf-I’lal.
b. Ilmu Balgahah (Ma’ani, Bayan, Badie)
c. Ilmu Manthiq
d. Ilmu Ushul Fiqh
e. Ilmu Mushthalah Hadits


Baca selengkapnya...

JIN MENURUT PANDANGAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH

JIN MENURUT PANDANGAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH

Bagian Pertama

Oleh : Hendra Sudrajat

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوْا أَنْصِتُوْا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُّنْذِرِيْنَ. ( الأحقاف : 29 )

Dan (ingatlah) ketika kami utus kepadamu serombongan jin yang mendengarkan al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka berkata, “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan” (Q.S.al-Ahqof ayat 29).

Dalam al-Qur’an terdapat surat yang diberi nama dengan nama SURAT JIN, ini menunjukkan kepada kita akan keberadaannya di alam dunia ini, sebagaimana dalam ayat 29 surat al-Ahqof di atas, mereka bangsa jin telah beriman kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau membacakan ayat al-Qur’an.

Pada zaman sekarang ada orang yang memiliki keyakinan yang lemah tentang perkara-perkara yang ghaib, mereka menyangka dapat menundukkan jin dan menjadikannya sebagai budak untuk berbagai tujuan. Mereka bergembira,menyangka telah menipu Allah dan kaum Muslimin, padahal sesungguhnya diri merekalah yang tertipu.

Sebenarnya , dunia jin sama dengan dunia malaikat yang ghaib, dimana kita diwajibkan untuk meyakininya dengan keimanan. Kenapa ? karena akal dan pengetahuan kita sangat terbatas dan tak akan mampu menjangkau dunia ghaib. Segala masalah yang ghaib harus dihadapi oleh keimanan bukan dengan logika ilmu pengetahuan, bila tidak maka akan tumbuh kepercayaan yang mengandung unsur khurafat dan takhayul.

Keimanan kepada yang ghaib harus berdasarkan ilmu bukan berdasarkan perkataan orang kebanyakan, maksudnya kita harus mencari keterangan yang benar dari sumber yang diyakini dapat terhindar dari khurafat dan takhayul yaitu al-Qur’an dan Hadits Shohih dibantu oleh keterangan para Shahabat Nabi Muhammad SAW dan para Ulama yang Sholih.

Nama-nama Jin di kalangan Orang Arab

Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa jin menurut Ahli Kalam dan Ahli Bahasa ada beberapa tingkatan yaitu ; jika jin tinggal bersama manusia disebut ‘amir, jamaknya ‘ummar. Jika jin terlihat oleh anak-anak dikatakan arwah. Sedangkan jin yang berperilaku buruk dan suka menentang disebut setan. Dan jin yang lebih dari itu dan ia lebih kuat lagi disebut ‘ifrit.

Apakah Jin Diciptakan Sebelum Manusia ?

Tidak ada keraguan sedikitpun bahwa jin lebih dahulu diciptakan ketimbang manusia, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 26-27, Allah SWT berfirman :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَّسْنُوْنٍ (26) وَالْجَآنَّّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَّارِ السَّمُوْمِ (27).

Sungguh Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat yang kering, berasal rumput hitam yang dibentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.”

Dari keterangan di atas timbul sebuah pertanyaan, bila jin kafir masuk neraka dan disiksa oleh api neraka, apakah ia akan merasakan sakit atau tidak ? jawabnya, Allah SWT menisbahkan jin dan setan kepada api sebagaimana menisbahkan manusia kepada tanah, Lumpur dan tanah liat. Maksudnya, manusia asalnya adalah tanah, tetapi manusia itu bukan tanah ; begitu pula jin, asalnya asalah api, tetapi jin bukan api. Mari kita simak sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori dalam bab “Al-Isti’anah bil-yad fish-shalat idza kana min amrish-shlata, wama yajuzu minal ‘amal fish-shalat” yang bersumber dari shahabat Abu Hurairah ra., “Sesungguhnya setan datang kepadaku, ia menekan saya untuk memutuskan shalat. Tapi Allah memberikan kekuatan kepadaku, sehingga aku mampu mencekiknya….”. Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya “Musnad” pada jilid I halaman 413 yang bersumber dari shahabat Abdullah ia mengatakan,” Rasulullah SAW bersabda, “Ketika setan melewatiku, aku menangkap dan mencekiknya, sehingga aku merasakan dinginnya lidahnya di tanganku.” Kalau mereka berbentuk api, niscaya beliau tidak menyebutkan demikian.

Insya Allah pembahasan ini akan berlanjut pada bagian kedua dengan penjelasan tentang :

- Berupa apakah Makanan dan Minuman Jin ?

- Pernikahan Jin dengan Jin, Jin dengan Manusia ?

- Hukum Perkawinan Jin dengan Manusia ?






Baca selengkapnya...

Senin, 06 April 2009

Selamat Datang di Bloggku

assalaamu 'alaikum,
salam Kenal untuk semuanya, insya Allah mulai hari ini aku akan mencoba menyapa anda sekalian dalam blogg ini, semoga kehadiran blogg ini ada guna dan manfaatnya. aamien.

Baca selengkapnya...