Selasa, 07 April 2009

Mengenal Ilmu Nahwu

MUQADDIMAH ILMU NAHWU

1.1. Ta’rif Ilmu Nahwu
Ilmu Nahwu merupakan salah satu bagian dari 12 Ilmu Bahasa Arab yang amat penting di samping Ilmu Sharaf, ia adalah ilmu yang sangat berperan dalam memahami segala aspek yang menyangkut Bahasa Arab terutama al-Qur’an , Hadits-Hadits Nabi SAW dan kitab-kitab yang menggunakan Bahasa Arab. Mustahil orang dapat memahami Bahasa Arab tanpa terlebih dahulu memahami Ilmu Nahwu.

Ta’rif Ilmu Nahwu menurut bahasa adalah contoh. Ta’rif ini menunjukkan bahwa dalam ilmu ini memuat banyak contoh yang diperlukan untuk dapat memahami suatu kaidah dan orang yang menguasai suatu kaidah dalam Ilmu Nahwu adalah orang yang mampu membuat contoh dari kaidah tersebut.
Adapun Ta’rif Ilmu nahwu menurut istilah adalah :
اَلْعِلْمُ مِنْ قَوَاعِدَ عَامَّةٍ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ آخِرِ اْلكَلِمَاتِ الْعَرَبِيَّةِ مِنْ حَيْثُ اْلإِعْرَابِ وَالْبِنَاءِ.
“ Sebuah Ilmu yang terdiri dari kaidah-kaidah umum yang dapat diketahui dengannya keadaan akhir kalimat Bahasa Arab dari segi I’rab dan Bina ”.
Dari Ta’rif di atas dapat difahami bahwa Ilmu Nahwu itu berupa kaidah-kaidah umum yang gunanya untuk mengetahui keadaan akhir kalimat dalam Bahasa Arab, apakah mengalami perubahan (=I’rab) atau tetap (=Bina) dalam satu keadaan bila diletakan dalam sebuah jumlah.
Contoh : kalimat Ali ( عَلِيٌّ ) mengalami perubahan harokat huruf akhirnya bila pe-nempatannya berbeda dalam jumlah, seperti :
حَضَرَ عَلِيٌّ – رَأَيْتُ عَلِيًّا – وَثَـقْتُ بِعَلِيٍّ
kalimat Hadza ( هذَا ) tidak mengalami perubahan harokat huruf akhirnya walaupun ditempatkan di mana saja, seperti :
هذَا رَجُلٌ – رَأَيْتُ هذَا الرَّجُلَ
وَثِـقْتُ بِهذَا الرَّجُلِِ

1.2. Mabahits Ilmu Nahwu
Ruang lingkup Mabahits/pembahasan Ilmu Nahwu meliputi 3 aspek yaitu : Kalimat, Jumlah dan Syibhu Jumlah .

1.2.1. Kalimat
a. Ta’rif Kalimat
Ta’rif /definisi kalimat dalam Bahasa Arab tidak sama dengan ta’rif kalimat dalam Bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia, kalimat adalah kumpulan dua kata atau lebih yang menunjukan kepada suatu makna/maksud. Sedangkan dalam Bahasa Arab, yang dimaksud kalimat adalah sebuah kata atau lafazh yang menunjukan kepada satu arti. Misalnya: Ali adalah sebuah kata dalam Bahasa Indonesia dan disebut satu kalimat dalam Bahasa Arab.
Dengan pengertian lain ;
“sebuah kalimat dalam Bahasa Arab adalah sebuah kata dalam Bahasa Indonesia.”

Ta’rif kalimat adalah :
لَفْظٌ مُفْرَدٌ يَدُلُّ عَلَى مَعْنًى
Lafazh mufrad yang menunjukan kepada suatu arti
Kalimat dalam Bahasa Arab bisa terdiri dari satu huruf Mabani / Hijaiyyah atau lebih.
Seperti dalam surat al-Fatihah ayat 1 :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Ayat di atas terdiri dari 5 buah kalimat, yaitu ;
بِ : satu kalimat dalam B.Arab
اسْمِ : satu kalimat dalam B.Arab
الرَّحْمنِ : satu kalimat dalam B.Arab
اللهِ : satu kalimat dalam B.Arab
الرَّحِيْمِ : satu kalimat dalam B.Arab

b. Aqsam Kalimat
Kalimat dalam bahasa Arab terbagi kepada 3 macam :

b.1. Huruf Ma’ani
Dinamakan demikian karena huruf-huruf tersebut mempunyai arti atau makna, berbeda dengan Huruf Mabani/Huruf Hija’iyyah yang tidak mempunyai arti. Dalam Bahasa Indonesia huruf Ma’ani disebut kata sambung / penghubung.

Ta’rif huruf Ma’ani :
كَلِمَةٌ تَدُلُّ عَلَى مَعْنًى غَيْرِ وَاضِحٍ قَصْدُهَا إِلاَّ وُضِعَتْ مَعَ غَيْرِهَا
Kalimat yang menunjukkan kepada suatu arti yang belum jelas maksudnya, kecuali dirangkaian bersama yang lainnya.

Jumlah huruf Ma’ani dalam bahasa Arab ada 80 huruf.
Contoh :إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَـفِي خُسْرٍ
إنَّ ، لـ ، في Adalah huruf Ma’ani yang artinya ; في = dalam , لـ = benar-benar dan إنَّ = sesungguhnya.

b.2. Fi’il
Fi’il adalah kalimat dalam bahasa Arab yang mengandung makna pekerjaan atau shifat yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah kata kerja.
Ta’rif Fi’il adalah :
كَلِمَةٌ تَدُلُّ عَلَى مَعْنًى مُقْتَرِنٍ بِزَمَنٍ.
Kalimat yang menunjukkan kepada suatu arti yang disertai oleh waktu.
Contoh : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
نَسْتَعِيْنُ ، نَعْبُدُ Adalah fi’il.
نَعْبُدُ artinya kami sedang/akan beribadah
نَسْتَعِيْنُ artinya kami sedang/akan memohon pertolongan
Setiap fi’il mempunyai waktu kapan sebuah pekerjaan dilakukan. Waktu yang terkandung dalam sebuah fi’il ada 3 macam :
Pertama ; waktu yang telah lalu terdapat pada fi’il Madhi.
Kedua ; waktu yang sedang terjadi terdapat pada fi’il Mudhari’.
Ketiga ; waktu yang akan terjadi terdapat pada fi’il Mudhari’ dan Amr.

b.3. Isim
Isim adalah kalimat dalam bahasa Arab yang mengandung makna benda atau terkadang mengandung makna shifat yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah kata benda.
Ta’rif Isim adalah :
كَلِمَةٌ تَدُلُّ عَلَى مَعْنًى غَيْرِ مُقْتَرِنٍ بِزَمَنٍ.
Kalimat yang menunjukkan kepada suatu arti yang tidak disertai oleh waktu.
Contoh :بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
الرحيم ، الرحمن ، الله ، اسم adalah isim dan tidak ada kaitan dengan waktu.

1.2.2. Jumlah
Definisi Jumlah adalah :
مَا يَتَرَكَّبُ مِنْ كَلِمَتَيْنِ فَأِكْثَرَ لِتَبْلِيْغِ قَصْدٍ.
Rangkaian dari dua kalimat atau lebih untuk menyampaikan suatu maksud atau tujuan.
Contoh : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
Ayat di atas terdiri dari dua buah jumlah yaitu :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ dan إِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ.
Jumlah pertama terdiri dari 2 kalimat yaitu : إِيَّاكَ dan نَعْبُدُ. Gunanya untuk menyampaikan bahwa hanya kepada Allah kita beribadah.
Jumlah kedua pun terdiri dari 2 kalimat yaitu : إِيَّاكَ dan نَسْتَعِيْنُ.Gunanya untuk menyampaikan bahwa hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
1.2.3. Syibhu Jumlah
Syibhu Jumlah adalah sebuah istilah yang terdiri dari dua kata yaitu Syibhu dan Jumlah . Syibhu artinya menyerupai , maka Syibhu Jumlah artinya menyerupai jumlah. Timbul pertanyaan : dari segi mana ia menyerupai jumlah ?.
Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan pembagian dan penjelasan singkat Syibhu jumlah.
Syibhu Jumlah terbagi kepada dua bagian :
a. Jarr-Majrur b. Zharaf-Mudhaf Ilaih

a. Jarr-Majrur
Jarr-Majrur terdiri dari dua kalimat yaitu Huruf Jarr dan Isim Majrur.
Contoh : بِسْمِ terdiri dari 2 kalimat yaitu ;
بِ sebagai Huruf Jarr
اِسْمِ sebagai Isim Majrur
Ini menunjukkan bahwa Jarr-Majrur me-nyerupai jumlah karena ia terdiri dari dua kalimat sebagaimana jumlah yang minimal harus terdiri dari dua kalimat.
Perhatikan perbandingan keduanya :
بِسْمِ artinya dengan nama, nama apa ? siapa ?.
جَاءَ عَلِيٌّ terdiri dari 2 kalimat yaitu ;
جَاءَ sebagai fi’il
عَلِيٌّ sebagai pelaku / Fa’il
جَاءَ عَلِيٌّ artinya Ali datang, siapa yang datang ? jawabnya : “Ali”.Apa yang Ali lakukan ? jawabnya :” datang”.
Maka Perbedaan Jarr-Majrur dengan Jumlah adalah:
“ Jumlah sudah jelas maksudnya, adapun Jarr-Majrur maksudnya belum jelas.”

b. Zharaf – Mudhaf ilaih
Zharaf-Mudhaf Ilaih juga terdiri dari dua kalimat yaitu Zharaf Zaman / Zharaf Makan dan Mudhaf Ilaih .
Contoh : عِنْدَ اللهِ terdiri dari 2 kalimat yaitu ;
عِنْدَ sebagai Zharaf Makan
اللهِ sebagai Mudhaf Ilaih
Ini menunjukkan bahwa Zharaf-Mudhaf Ilaih menyerupai jumlah karena ia terdiri dari dua kalimat sebagaimana jumlah yang minimal harus terdiri dari dua kalimat.
Perhatikan perbandingan keduanya :
عِنْدَ اللهِ artinya di sisi Allah, apa yang di sisi Allah?.
اَللهُ أَكْبَرُ terdiri dari 2 kalimat yaitu ;
اَللهُ sebagai mubtada
أَكْبَرُ sebagai Khabar Mubtada
اَللهُ أَكْبَرُ artinya Allah Maha Besar, siapa Yang Maha Besar? jawabnya : “Allah”. Siapa Allah ? jawabnya :” Yang Maha Besar”.
Maka Perbedaan Zharaf-Mudhaf Ilaih dengan Jumlah adalah:
“ Jumlah sudah jelas maksudnya, adapun Zharaf-Mudhaf Ilaih maksudnya belum jelas.”
Dari uraian singkat di atas jelaslah bahwa keduanya menyerupai jumlah karena masing-masing terdiri dari dua kalimat , tapi maksud keduanya belum jelas sebagaimana dalam jumlah.

1.3. Faidah Ilmu Nahwu
Kemampuan yang akan diperoleh bila seseorang sudah menguasai Ilmu Nahwu dan ilmu Sharaf antara laian sebagai berikut :
a. dapat berbicara Bahasa Arab.
b. dapat membaca Kitab Kuning
c. dapat mengoreksi kesalahan orang yang membaca
atau berbicara Bahasa Arab.
d. dapat memahami syari’at Islam yang terkandung
dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Inilah tujuan utama dari mempelajarinya.

1.4. Pendamping Ilmu Nahwu
Dalam mempelajari Bahasa Arab tidak cukup hanya mempelajari dan menguasai Ilmu Nahwu, melainkan harus dibarengi dengan menguasai ilmu pendampingnya, antara lain :
a. Ilmu Sharaf-I’lal.
b. Ilmu Balgahah (Ma’ani, Bayan, Badie)
c. Ilmu Manthiq
d. Ilmu Ushul Fiqh
e. Ilmu Mushthalah Hadits

1 komentar: